Kujang
Identik dengan senjata tradisional kaum petani, segala filosofi senjata khas Sunda ini berakar pada budaya pertanian. Masyarakat Sunda memandang kujang sebagai refleksi ketajaman dan daya kritis, serta lambang kekuatan dan keberanian untuk memperjuangkan hak-hak dan kebenaran. Karakteristik kujang menyerupai celurit, dengan bilah pisaunya yang berbentuk sabit. Kujang sendiri berasal dari kata ujang, yang berarti manusia.
Pada mitologinya, banyak makna yang tersirat pada senjata yang dikenal di abad ke-9 ini. Bukan hanya sekedar piranti untuk berperang atau sebagai alat tani, tetapi juga berfalsafah sebagai janji untuk meneruskan perjuangan nenek moyang. Bagaimana cara untuk memperjuangkannya? Janji Kujang adalah selalu menggenggam erat ciri-ciri manusia dan bangsa, yaitu ciri manusia yang welas asih, beretika, berbudi daya, dan berbudi basa, serta ngajeni tubuhnya. Sedangkan ciri bangsa disebut ada lima, yaitu rupa, basa, adat, aksara dan budaya.
Beberapa catatan sejarah senuturkan perubahan bentuk Kujang, sesuai kegunaan ddan nilainya. Bentuk kujang yang unik ini tersirat makna yang dalam. Contohnya, bentuknya yang menyerupai Pulau Jawa, disinyalir menggambarkan cita-cita Raja Padjajaran yang kala itu ingin menyatukan Pulau Jawa. Tiga buah lubang yang menghiasi mata pisau Kujang juga dianggap sebagai lambang Trimurti pada ajaran Hindu.
Namun seiring berubahnya zaman, detail pada Kujang semakin bervariasi. Ketika pengaruh Islam masuk, tiga lubang bertambah menjadi lima, yang menjadi penggambaran Rukun Islam. Tak hanya bentuk, puluhan abad yang telah dilewati Kujang, memberinya pergeseran fungsi dan makna. Saat ini, Kujang lebih diangap sebagai benda simbolik dan sakral.